Jumat, 20 November 2009
Mengemis pun Harus Pake Strategi
Sempet saya berfikir, “Kayaknya posisi si nenek kurang strategis deh”. Namun setelah dipelajari lagi ternyata si nenek sudah menempati posisi yang paling strategis yang mungkin dia miliki. Kita liat yuk dari denah lokasi mangkalnya sang nenek.
1.Si nenek jongkok/duduk di tiang listrik yang disampingnya ada pagar pembatas dengan rel di jalur 3. Kondisi ini memungkinkan nenek bisa menyender dan kalau perlu tidur di lokasi itu untuk menghindari kelelahan akibat lamanya dia bertahan di tempatnya. Tapi saran saya nek, bawa payung biar pas hujan nenek tetep bisa mangkal di tempatnya dan kalau perlu nyambi jadi tukang ojek payung.
2.Tempat mangkal si nenek terletak di 3 jalur perlintasan orang; orang yang mau ke Bogor – yang mau ke Jakarta tp datang lewat barat – yang nyebrangin rel tapi tidak mau naik kereta. Demikian juga sebaliknya ketika ada penumpang turun dari kereta. Lokasi ini membuat nenek punya potensi pasar yang baik.
3.Pagi-pagi si nenek udah mangkal. Hal positif nih bagi yang berinfak, si nenek memfasilitas orang-orang yang mau memulai harinya dengan berinfak.
4.Nenek duduk dekat loket penjualan karcis. Mungkin ada pengguna kereta yang punya kembalian, bisa langsung menginfakkan kembalian tersebut ke si nenek. Oke khan? Tapi nek, lebih oke kalau nenek bisa mangkal di bioskop. Berdiri di samping counter penjualan tiket film 2012, lumayan tuh nek kembaliannya. Lagian kalau filmnya berhasil membuat takut si penonton akan musibah yang mungkin terjadi di bumi ini, si penonton tersebut dijamin bakal infak lebih banyak lagi toh…hehehe.
Entah disengaja atau tidak, tapi si nenek sudah memiliki strategi terbaik yang bisa dia lakukan. Sedangkan kita atau mungkin bisnis kita? Sudahkah memiliki strategi-strategi yang terbaik dalam hidup kita? Sudahkah kita menjadi bagian dari kehidupan orang lain yang sulit dipisahkan karena memiliki dampak positif bagi kehidupan mereka. Minimal pelajaran dari peristiwa ini, sudahkah kita berbagi dengan nenek-nenek yang lain, yang keadaannya tidak seperti nenek-nenek kita?
Have a nice and amazing day…
Rabu, 18 November 2009
Jadi Orang Pasar
Sudah 2 minggu lebih aku jadi orang pasar, jualan di warung gantiin ibu mertua yang berangkat haji. Ibu mertua punya kios di samping stasiun Citayam Depok, jualan barang-barang keperluan pedagang buah yang setiap pagi ngumpul di samping stasiun itu. Mereka ngumpul bukan karena arisan, tapi karena di stasiun ini banyak buah-buahan yang langsung dibawa dari petani, semacam grosir buahlah. Yang belanja disini banyak pedagang keliling, dan warung ibu mertuaku ini menjual keranjang buah, pikulan, tambang, plastic, dll. Jualannya sebentar, berangkat dari rumah jam 5 pagi dan tutup jam 8.30.
Jualannya sendiri mengasyikkan walau sekarang banyak uangku keluar untuk stok biar pas musim buah nanti aku bisa memenuhi permintaan. Sekarang malah aku bikin catatan transaksi untuk warung ini walau belum sempet stock opname. Alhamdulillah, gak ada masalah dalam manajemen..bahkan sebaliknya ada perbaikan.
Yang paling susah tuh adaptasi sama gaya pasarnya. Gaya ngutang, ceplas ceplos, nawar yang gak kira-kira, dan gak klopnya gaya ku sama lingkungan. Kadang aku ngerasa kayak jadi tukang kredit karena dari segi penampilan jadi yang paling rapi di antara mereka. Beruntung mereka orang-orang yang baik, gak protes kalau aku pake baju kerapihan…apa urusannya juga mereka protes ya..hehehe
Itulah istimewanya bisnis. Kita diajari untuk bisa seperti ikan laut, hidup di air yang asin tapi dagingnya tidak terasa asin sedikitpun. Bisnis mengajarkan kita untuk pintar beradaptasi dengan lingkungan tempat kita berada, dan itu harus dilakukan kalau mau bisnisnya sukses. Untuk sukses, kita harus mampu membeli hati pelanggan dan baru pelanggan akan membeli produk kita. Bukannya mengikuti semua keinginan pelanggan ya, tapi tepatnya menyesuaikan dengan keinginan pelanggan tanpa kehilangan standar yang kita inginkan.
Aku ngerasa belum sepenuhnya bisa connect sama mereka. Memang, sudah ada beberapa pedagang yang pernah ngobrol dan curhat, tapi baru sedikit. Perjalanan masih panjang, dan aku harus bisa membuat warung ini lebih baik lagi. Apalagi kata ibu mertua, warung ini bakal diserahin pengelolaannya ke aku…lumayan, jualan hanya sekitar 3 ½ jam tapi dapet duit buanyaaakk...hehehe
Have an amazing day…
Selasa, 06 Januari 2009
Bundaku, sabar ya...
Kami 3 bersaudara, aku anak pertama dan yang kedua sudah bekerja. Tinggal yang bontot baru masuk kuliah di UNJ. Yang nikah baru aku sendiri, insya Allah Juni adekku yang kedua nyusul. Nah, hebatnya bundaku itu...beliau berjuang menyekolahkan kami sendirian. Ya, karena sekitar tahun 1997 bapakku pergi dari rumah dan menceraikan bundaku yang tidak memiliki penghasilan tetap. Bisa dibayangkan bagaimana kondisi kami saat itu.
Syukur alhamdulillah, orang tua bunda punya banyak peninggalan yang pada akhirnya digunakan untuk membiayai kehidupan kami. Kami semua dikuliahkan di PTN, dan alhamdulillah sampai bisa kebeli rumah yang bunda dan adek-adekku tinggali. Perjuangan yang berat...
Sekarang, saatnya kami sebagai anak untuk membalas semua kebaikan yang sebenarnya takkan pernah tergantikan. Bunda masih punya banyak keinginan, slaah satunya untuk bisa naik haji lagi bersama anaknya, dan aku berharap dan yakin bisa mewujudkan mimpi bunda tersebut. Aku berharap, sebuah senyuman tanda syukur bisa terukir di wajahnya karena bahagia telah membesarkan anak-anak yang hebat dan berbakti. Ya, kami sebagai anak tentunya punya banyak kesalahan kepada bunda, yang mungkin tidak bisa terhapus hanya dengan doa dan harapan, melainkan dengan sebuah kebaikan dan tindakan nyata. Ya Allah, berikanlah kami kekuatan untuk membalas kebaikan bunda kami.
The Story of Dino
Ini cerita tentang Dinosaurus, hewan yang telah musnah ditelan bumi dan hanya bisa ditemukan dalam bentuk fosil. Ini cerita tentang perubahan.
Akhirnya, kita cuma punya 2 pilihan yaitu berubah dengan sadar atau dipaksa untuk berubah. Menyenangkan kalau kita sendiri yang memilih untuk berubah, walau kita tidak akan pernah lepas dari resiko menghadapi kesulitan, kesusahan, dan kebuntuan. Tapi yang tidak enak adalah kita dipaksa untuk berubah. Yang namanya dipaksa, kadang kita berontak. Kalau berontaknya positif tentu itu yang diharapkan, namun sebaliknya akan sangat berbahaya ketika paksaan itu membuat kita depresi dan tidak terkontrol. Dampaknya, banyak orang yang masuk RS Jiwa dan memilih untuk mengakhiri kehidupan yang sebenarnya sangat indah ini.
Senin, 05 Januari 2009
Everybody Love Chocolate
Seseorang dengan karakter seperti coklat, akan banyak temannya dan akan menjadi pribadi yang disukai. Bukan berarti kalau kita mau disukai harus memiliki warna kulit seperti coklat. Walau tidak putih (walau ada juga coklat putih ya), tapi coklat mampu menyihir penggemarnya dengan rasa yang tepat. Kasarnya, tampilan luar tidak lebih penting dari rasa. Seseorang yang berkarakter seperti coklat, akan lebih mengutamakan penampilan hati daripada penampilan diri. Hati yang manis akan melahirkan tindakan, ucapan, dan perbuatan yang menyenangkan buat semua orang, apalagi jika didukung oleh tampilan diri yang sesuai seperti pakaian yang serasi, wajah yang bersih walau tanpa make up, bulu hidung yang tidak menyembul keluar, dan bau badan yang tertimpa bau deodorant.
Coklat itu manis, sebagaimana orang yang memiliki karakter ini juga manis. Kalau ada coklat yang gak manis, itu namanya bukan coklat, bisa jadi pete’ or jengkol bin pare. Senyum selalu terkembang ketika dibutuhkan, tutur dan pemilihan kata yang tepat dalam berkomunikasi, wajah yang selalu cerah dan diri yang terlihat ceria. Pantes setiap orang suka, karena hampir semua orang disapanya walau hanya dengan sebuah senyuman tulus.