Ada sebuah kisah inspiratif yang saya ambil dari buku pertama saya,
Emotional Quality Management. Kisahnya begini.
"Ada sebuah kisah tentang sebuah rumah. yang kebetulan dihuni seekor
monster yang menetap di ruang bawah tanah. Sang pemilik rumah tahu
tentang kehadiran monster itu. Jika merasa terusik, monster itu akan
keluar menjahati, mengganggu bahkan memangsa siapa pun yang ada di
dalam rumah, kecuali pemilik rumah itu. Hal ini membuat si pemilik
rumah menyatakan perang dengan si monster. Namun, monster itu tak
pernah berhasil diusir keluar. Maka monster itu pun dikurung di
ruang bawah tanah.
Tetapi, monster itu selalu mampu menemukan jalan keluar. Bertahun-
tahun, monster itu selalu mengancam kehidupan pemilik rumah. Hingga
akhirnya, pemilik rumah memutuskan untuk membiarkan monster itu
naik, dan tinggal di ruang dalam. Ruang bawah tanah pun
dihancurkannya. Monster itu, ternyata merasa tidak tahan terus-
terusan tinggal di dalam rumah. Monster itu pun pergi....
Selamanya!"
Kisah di atas saya pakai untuk menggambarkan soal berbagai 'monster'
kepahitan, rasa sakit, luka ataupun kepedihan yang kita simpan terus-
menerus dalam diri kita.
Hikmahnya, selama tidak pernah diselesaikan, kepedihan itu akan
terus-menerus menghantui dan mengganggu kehidupan kita. Itulah
sebabnya, ada benarnya saat Milton Wrad, penulis buku The Brilliant
Function of Pain (Fungsi Brilian dari Rasa Sakit),
mengatakan, "Fearing pain, fighting pain, avoiding pain or ignoring
pain, only increasing it. Flow with it". Artinya, ketakutan pada
rasa sakit, melawan rasa sakit, menghindari rasa sakit dan mengelak
dari rasa sakit hanya akan meningkatkan rasa sakit kita. Mengalirlah
dengan rasa sakit itu. Hal ini terutama benar, khususnya kalau kita
bicara soal rasa sakit emosional.
Setiap orang pastilah pernah memiliki luka emosional. Bagi
segelintir orang, luka tersebut menjadi luka batin berkepanjangan.
Namun, di pihak lain ada yang bisa memilih untuk tidak menjadi
terhambat karena luka-luka tersebut.
Saya ingat, ada dua wanita yang pernah dilecehkan secara seksual
oleh orangtuanya. Satunya hidup menderita dan mulai membenci semua
laki-laki. Satunya lagi, bisa belajar memaafkan dan memulai lembaran
hidup baru dengan lebih berhati-hati memilih pasangan.
Wanita yang kedua ini, bisa kembali menjalani hidupnya secara tegar.
Saat ditanya, bagaimana filosofi hidupnya dan mengapa dia bisa
bertahan, jawabnya sederhana, "Pain is inevitable. Suffering is
optional." (mengalami rasa sakit itu lumrah, tidak akan terhindari.
Tapi menderita itu adalah soal pilihan kita). Sebuah filosofi hidup
yang menarik.
6 Langkah
Nah, memasuki bulan Ramadan ini, ada baiknya juga jika kita
menggunakan momen berharga ini bukan hanya sekadar menahan lapar dan
haus, melainkan juga untuk membereskan luka-luka pada diri kita.
Secara psikologis, ada enam langkah proses penyembuhan luka batin
yang bisa kita lakukan pada diri kita.
Pertama, identifikasi. Yakni mengidentifikasikan kembali isu-isu
lama yang pernah membuat Anda terluka. Banyak orang enggan
melakukannya, karena takut membangunkan 'monster' yang tertidur.
Namun, selama hanya ditimbun dan tidak diselesaikan secara tepat,
maka monster ini akan terus-menerus mencari cara mengganggu
kehidupan kita. Cara terbaik adalah menghadapinya dengan gagah
berani dan sikap yang positif. Itulah sikap terbaik menghadapi luka-
luka lama kita.
Kedua, kaitkan. Tanyakanlah pada diri Anda bagaimana luka-luka batin
itu berpengaruh terhadap kehidupan Anda sekarang. Bagaimanakah hal
itu mengganggu proses Anda sekarang. Kaitkan isu lama Anda dengan
situasi yang Anda alami sekarang.
Biasanya luka batin serta pengalaman tak menyenangkan pada masa
lampau memberikan pengaruh terhadap apa yang terjadi saat ini.
Semakin banyak Anda terpengaruh, semakin Anda perlu membereskan.
Ketiga, pikirkan. Pikirkan apa yang mau diubah. Pikirkan pula, apa
akibatnya bagi diri Anda jika hal tersebut dapat diubah dan
diselesaikan. Pikirkan pula apa akibatnya jika ternyata Anda tidak
mengubahnya sama sekali.
Keempat, afirmasi. Di langkah keempat ini, lakukanlah afirmasi terus-
menerus kepada diri sendiri, bahwa Anda perlu, ingin serta memilih
untuk berubah. Berlajarlah untuk mengatakan, "Luka ini menyiksaku,
tetapi saya lebih kuat dan saya ingin menyelesaikan sehingga luka
ini tidak lagi menghalangi hidupku", Ayo. Diriku lebih kuat dari
luka ini." Saya tidak akan membiarkan luka ini mengganggu hidupku.
Itulah pilihanku".
Kelima, ventilasi emosi. Di sinilah kita ditantang untuk
memventilasikan emosi kita secara positif. Arti sederhananya, Anda
perlu mencari cara untuk menyalurkan kemarahan tersebut secara
sehat. Hal ini dapat dilakukan dengan berbagai aktivitas atau
kegiatan seperti menulis diary, membagikan dengan orang lain,
berbicara dengan seorang ahli, berolah raga, yoga, meditasi, dan
masih banyak aktivitas lainnya.
Akhirnya, tahap keenam penyembuhan. Di sinilah kita mencoba
melakukan proses penyembuhan baik secara mental maupun spiritual.
Dalam tahapan ini, kita bisa membingkai ulang dengan memaknai secara
berbeda apa yang terjadi ataupun mengganti kesan kita yang negatif
soal luka itu, dengan pikiran positif.
Sebenarnya, hingga di langkah keenam ini, kita sudah menyelesaikan
secara pribadi. Namun, jika diperlukan, langkah ini pun bisa
dilanjutkan dengan menyelesaikan hal ini dengan penyebab luka batin
Anda yang masih hidup.
Misalkan ada seorang anak dari istri pertama yang diusir keluar
rumah oleh ayahnya, setelah ayahnya menikah dengan istri kedua. Hal
ini menimbulkan luka batin cukup lama, tapi akhirnya setelah belajar
proses di atas, dia bisa menelepon papa-nya dan mengatakan, "Papa,
meskipun papa pernah usir saya dan saya terluka, saya mau bilang
saya memaafkan papa hari ini." Bertahun-tahun kemudian, saat ditanya
sahabatnya bagaimana dia mampu melakukannya, dia hanya
berkata, "Saya menerima papa untuk menunjukkan bahwa diri saya lebih
baik dari diri papa!"
Dalam kesempatan ini pula, mari kita belajar perlakukan luka batin
kita dengan ramah. Lihat kembali luka itu, dan jangan ditolak.
Belajarlah menerima kenyataaan dan perlakukan rasa sakit kita
tersebut dengan ikhlas. Itu semua adalah pelajaran penting dalam
hidup kita.
Hingga akhirnya, kita harus belajar mengatakan "Terima kasih luka
batinku. Ini nggak nyaman tapi terima kasih. Kau sudah memberikan
pelajaran penting bagi hidupku!". Pada akhirnya, semua luka batin
yang tersembuhkan dalam hidup kita akan menjadi kebijaksanaan yang
penting.
Itulah sebabnya orang mengatakan, "Wisdom is a healed pain".
Begitulah. Rasa sakit dan luka batin yang telah disembuhkan, akan
menjadi kebijaksanaan baru buat kita! Selamat menjalankan ibadah
puasa dengan hati yang damai.
Sumber: Menyembuhkan Luka Batin oleh Anthony Dio Martin, Managing Director HR Excellency
Emotional Quality Management. Kisahnya begini.
"Ada sebuah kisah tentang sebuah rumah. yang kebetulan dihuni seekor
monster yang menetap di ruang bawah tanah. Sang pemilik rumah tahu
tentang kehadiran monster itu. Jika merasa terusik, monster itu akan
keluar menjahati, mengganggu bahkan memangsa siapa pun yang ada di
dalam rumah, kecuali pemilik rumah itu. Hal ini membuat si pemilik
rumah menyatakan perang dengan si monster. Namun, monster itu tak
pernah berhasil diusir keluar. Maka monster itu pun dikurung di
ruang bawah tanah.
Tetapi, monster itu selalu mampu menemukan jalan keluar. Bertahun-
tahun, monster itu selalu mengancam kehidupan pemilik rumah. Hingga
akhirnya, pemilik rumah memutuskan untuk membiarkan monster itu
naik, dan tinggal di ruang dalam. Ruang bawah tanah pun
dihancurkannya. Monster itu, ternyata merasa tidak tahan terus-
terusan tinggal di dalam rumah. Monster itu pun pergi....
Selamanya!"
Kisah di atas saya pakai untuk menggambarkan soal berbagai 'monster'
kepahitan, rasa sakit, luka ataupun kepedihan yang kita simpan terus-
menerus dalam diri kita.
Hikmahnya, selama tidak pernah diselesaikan, kepedihan itu akan
terus-menerus menghantui dan mengganggu kehidupan kita. Itulah
sebabnya, ada benarnya saat Milton Wrad, penulis buku The Brilliant
Function of Pain (Fungsi Brilian dari Rasa Sakit),
mengatakan, "Fearing pain, fighting pain, avoiding pain or ignoring
pain, only increasing it. Flow with it". Artinya, ketakutan pada
rasa sakit, melawan rasa sakit, menghindari rasa sakit dan mengelak
dari rasa sakit hanya akan meningkatkan rasa sakit kita. Mengalirlah
dengan rasa sakit itu. Hal ini terutama benar, khususnya kalau kita
bicara soal rasa sakit emosional.
Setiap orang pastilah pernah memiliki luka emosional. Bagi
segelintir orang, luka tersebut menjadi luka batin berkepanjangan.
Namun, di pihak lain ada yang bisa memilih untuk tidak menjadi
terhambat karena luka-luka tersebut.
Saya ingat, ada dua wanita yang pernah dilecehkan secara seksual
oleh orangtuanya. Satunya hidup menderita dan mulai membenci semua
laki-laki. Satunya lagi, bisa belajar memaafkan dan memulai lembaran
hidup baru dengan lebih berhati-hati memilih pasangan.
Wanita yang kedua ini, bisa kembali menjalani hidupnya secara tegar.
Saat ditanya, bagaimana filosofi hidupnya dan mengapa dia bisa
bertahan, jawabnya sederhana, "Pain is inevitable. Suffering is
optional." (mengalami rasa sakit itu lumrah, tidak akan terhindari.
Tapi menderita itu adalah soal pilihan kita). Sebuah filosofi hidup
yang menarik.
6 Langkah
Nah, memasuki bulan Ramadan ini, ada baiknya juga jika kita
menggunakan momen berharga ini bukan hanya sekadar menahan lapar dan
haus, melainkan juga untuk membereskan luka-luka pada diri kita.
Secara psikologis, ada enam langkah proses penyembuhan luka batin
yang bisa kita lakukan pada diri kita.
Pertama, identifikasi. Yakni mengidentifikasikan kembali isu-isu
lama yang pernah membuat Anda terluka. Banyak orang enggan
melakukannya, karena takut membangunkan 'monster' yang tertidur.
Namun, selama hanya ditimbun dan tidak diselesaikan secara tepat,
maka monster ini akan terus-menerus mencari cara mengganggu
kehidupan kita. Cara terbaik adalah menghadapinya dengan gagah
berani dan sikap yang positif. Itulah sikap terbaik menghadapi luka-
luka lama kita.
Kedua, kaitkan. Tanyakanlah pada diri Anda bagaimana luka-luka batin
itu berpengaruh terhadap kehidupan Anda sekarang. Bagaimanakah hal
itu mengganggu proses Anda sekarang. Kaitkan isu lama Anda dengan
situasi yang Anda alami sekarang.
Biasanya luka batin serta pengalaman tak menyenangkan pada masa
lampau memberikan pengaruh terhadap apa yang terjadi saat ini.
Semakin banyak Anda terpengaruh, semakin Anda perlu membereskan.
Ketiga, pikirkan. Pikirkan apa yang mau diubah. Pikirkan pula, apa
akibatnya bagi diri Anda jika hal tersebut dapat diubah dan
diselesaikan. Pikirkan pula apa akibatnya jika ternyata Anda tidak
mengubahnya sama sekali.
Keempat, afirmasi. Di langkah keempat ini, lakukanlah afirmasi terus-
menerus kepada diri sendiri, bahwa Anda perlu, ingin serta memilih
untuk berubah. Berlajarlah untuk mengatakan, "Luka ini menyiksaku,
tetapi saya lebih kuat dan saya ingin menyelesaikan sehingga luka
ini tidak lagi menghalangi hidupku", Ayo. Diriku lebih kuat dari
luka ini." Saya tidak akan membiarkan luka ini mengganggu hidupku.
Itulah pilihanku".
Kelima, ventilasi emosi. Di sinilah kita ditantang untuk
memventilasikan emosi kita secara positif. Arti sederhananya, Anda
perlu mencari cara untuk menyalurkan kemarahan tersebut secara
sehat. Hal ini dapat dilakukan dengan berbagai aktivitas atau
kegiatan seperti menulis diary, membagikan dengan orang lain,
berbicara dengan seorang ahli, berolah raga, yoga, meditasi, dan
masih banyak aktivitas lainnya.
Akhirnya, tahap keenam penyembuhan. Di sinilah kita mencoba
melakukan proses penyembuhan baik secara mental maupun spiritual.
Dalam tahapan ini, kita bisa membingkai ulang dengan memaknai secara
berbeda apa yang terjadi ataupun mengganti kesan kita yang negatif
soal luka itu, dengan pikiran positif.
Sebenarnya, hingga di langkah keenam ini, kita sudah menyelesaikan
secara pribadi. Namun, jika diperlukan, langkah ini pun bisa
dilanjutkan dengan menyelesaikan hal ini dengan penyebab luka batin
Anda yang masih hidup.
Misalkan ada seorang anak dari istri pertama yang diusir keluar
rumah oleh ayahnya, setelah ayahnya menikah dengan istri kedua. Hal
ini menimbulkan luka batin cukup lama, tapi akhirnya setelah belajar
proses di atas, dia bisa menelepon papa-nya dan mengatakan, "Papa,
meskipun papa pernah usir saya dan saya terluka, saya mau bilang
saya memaafkan papa hari ini." Bertahun-tahun kemudian, saat ditanya
sahabatnya bagaimana dia mampu melakukannya, dia hanya
berkata, "Saya menerima papa untuk menunjukkan bahwa diri saya lebih
baik dari diri papa!"
Dalam kesempatan ini pula, mari kita belajar perlakukan luka batin
kita dengan ramah. Lihat kembali luka itu, dan jangan ditolak.
Belajarlah menerima kenyataaan dan perlakukan rasa sakit kita
tersebut dengan ikhlas. Itu semua adalah pelajaran penting dalam
hidup kita.
Hingga akhirnya, kita harus belajar mengatakan "Terima kasih luka
batinku. Ini nggak nyaman tapi terima kasih. Kau sudah memberikan
pelajaran penting bagi hidupku!". Pada akhirnya, semua luka batin
yang tersembuhkan dalam hidup kita akan menjadi kebijaksanaan yang
penting.
Itulah sebabnya orang mengatakan, "Wisdom is a healed pain".
Begitulah. Rasa sakit dan luka batin yang telah disembuhkan, akan
menjadi kebijaksanaan baru buat kita! Selamat menjalankan ibadah
puasa dengan hati yang damai.
Sumber: Menyembuhkan Luka Batin oleh Anthony Dio Martin, Managing Director HR Excellency
Tidak ada komentar:
Posting Komentar